Trabassinvestigasi.id, PALI - Alih-alih menjadi pesta rakyat, peringatan Hari Ulang Tahun ke-12 Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan, justru meninggalkan luka di hati warganya.
Kegiatan Operasi Pasar Murah yang dijanjikan pemerintah daerah sebagai wujud kepedulian kepada masyarakat kecil, mendadak dibatalkan. Warga pun kecewa berat dan menyebut program ini tak lebih dari PHP (pemberi harapan palsu).
Pemerintah Kabupaten PALI sebelumnya menjanjikan gelaran pasar murah di enam kelurahan wilayah Kecamatan Talang Ubi, sebagai bagian dari rangkaian HUT.
Namun, pada 17 April 2025, harapan itu resmi sirna setelah Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) Kabupaten PALI mengeluarkan surat pembatalan dengan alasan klasik: kendala administrasi dan teknis pengadaan melalui e-Katalog.
“Kami mohon maaf kepada masyarakat, khususnya di wilayah Pendopo dan Kecamatan Talang Ubi. Kegiatan Operasi Pasar Murah ini terpaksa ditunda atau bahkan dibatalkan,” kata Plt. Kepala Disperindag PALI, Brisvo Diansyah.
Sayangnya, permohonan maaf itu tak cukup meredam kekecewaan masyarakat. Warga yang telah menukarkan kupon dan berharap mendapat sembako dengan harga terjangkau, merasa dipermainkan. Surat pembatalan yang ditandatangani Brisvo tersebar luas di media sosial dan memicu gelombang kritik.
Ritawati Anwar, Lurah Talang Ubi Timur dan Plt. Lurah Talang Ubi Barat, melalui akun Facebook pribadinya menyampaikan imbauan kepada warga untuk menukarkan kembali kupon yang telah diserahkan.
“Kegiatan pasar murah dibatalkan dari Disperindag Kabupaten PALI. Jangan lupa bawa kuponnya agar bisa ditukarkan kembali uangnya,” tulisnya.
Padahal, pasar murah ini digadang-gadang sebagai bentuk nyata empati pemerintah di tengah melonjaknya harga kebutuhan pokok. Namun realitasnya, kegiatan yang seharusnya menyentuh langsung rakyat kecil justru kandas akibat persoalan teknis yang seharusnya bisa diantisipasi jauh-jauh hari.
“Negeri Kaya, Tapi Rakyat Lapar”
PALI dikenal sebagai wilayah kaya sumber daya alam—migas, tambang, hingga pertanian. Namun ironisnya, rakyat kecil harus menelan kekecewaan karena buruknya tata kelola birokrasi. Pengamat media lokal, Bujang Jelihin, tak menahan kritik pedasnya.
“Pemerintah, khususnya Bupati, harus lebih selektif menempatkan pejabat. Jangan hanya bagi-bagi kue jabatan demi kepentingan politik. Rakyat jangan terus dikorbankan,” tegasnya.
Kini, publik mendesak evaluasi serius terhadap kinerja OPD, khususnya Disperindag. Kegiatan yang menyangkut hajat hidup orang banyak tak seharusnya gagal hanya karena ‘masalah teknis’.
Pemerintah daerah dituntut hadir bukan hanya saat kampanye, tapi juga saat rakyat membutuhkan solusi nyata.
HUT ke-12 Kabupaten PALI seharusnya jadi momen syukur, bukan ajang pembuktian bahwa sistem birokrasi kita belum dewasa.
