Trabassinvestigasi.id, PALI – Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) tengah memasuki babak baru kepemimpinan setelah dilantiknya Asgianto dan Iwan Tuaji sebagai Bupati dan Wakil Bupati periode 2025–2030.
Berbagai seremoni penting telah digelar, mulai dari pelantikan kepala daerah, Rapat Paripurna DPRD untuk pidato perdana Bupati, serah terima jabatan, hingga acara syukuran, Minggu (02/3/2025).
Namun, ada yang janggal. Rangkaian peristiwa bersejarah ini justru sepi dari sorotan media. Minimnya pemberitaan menimbulkan pertanyaan besar: apakah ini sekadar kurangnya minat media, atau ada faktor lain yang membuat transisi kepemimpinan ini seolah “senyap”?
Salah satu dugaan utama adalah belum cairnya anggaran belanja publikasi di lingkungan Pemkab PALI. Hingga kini, anggaran yang menjadi tanggung jawab Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian (Diskominfostaper) serta Sekretariat DPRD PALI masih tertahan.
Situasi ini diduga berkaitan dengan kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan Pemkab PALI, sejalan dengan instruksi Presiden. Akibatnya, transaksi melalui aplikasi E-Katalog—platform pemesanan layanan publikasi dengan pihak ketiga—belum bisa dilakukan karena sistemnya masih dikunci oleh Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ).
“Kami sebenarnya sudah melakukan pemesanan beberapa media bulan lalu, tetapi aplikasi mengalami gangguan,” ujar Kepala Diskominfostaper PALI, Khairiman S.Pt., M.Si.
Sekretaris DPRD PALI, H. Sangkut, S.Pd., M.Si., menambahkan bahwa akun Pejabat Pengadaan (PP) mengalami kendala teknis, sehingga transaksi belanja publikasi belum bisa dilakukan.
Sementara itu, Kepala BPBJ PALI, Erik Septian, S.T., hanya merespons singkat ketika dikonfirmasi. “Nunggu Pak Bupati balik dan instruksi lebih lanjut. Mungkin Senin ada kebijakan baru,” katanya lewat WhatsApp.
Minimnya anggaran publikasi ini mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak. Ketua Forum Masyarakat Bumi Serepat Serasan (Formas Busser), Rully Pabendra, menilai bahwa keterbukaan informasi adalah hak publik yang tidak bisa diabaikan oleh pemerintah.
“Ada banyak momen penting dan bersejarah yang harus segera dikabarkan kepada masyarakat. Ini bagian dari rekam jejak pemerintahan yang tak boleh diabaikan. Jika anggaran publikasi dibekukan, wajar jika media kurang tertarik meliputnya,” tegasnya.
Rully menekankan bahwa efisiensi anggaran memang perlu, tetapi harus dilakukan secara bijak. Menurutnya, sektor publikasi justru harus diperkuat agar masyarakat mendapat informasi yang transparan mengenai jalannya pemerintahan.
“Alih-alih dipangkas, anggaran publikasi seharusnya ditambah. Peran media dalam mendukung pembangunan daerah sangat krusial, baik dalam menyampaikan informasi kebijakan maupun mengawal jalannya pemerintahan,” pungkasnya.
Jika kondisi ini dibiarkan, bukan hanya pemberitaan transisi kepemimpinan yang terdampak, tetapi juga keterbukaan informasi bagi masyarakat luas. Publik bisa semakin jauh dari perkembangan daerahnya sendiri, sementara transparansi pemerintahan berpotensi terhambat.
Kini, semua mata tertuju pada langkah Pemkab PALI. Akankah kebijakan baru segera diambil untuk memastikan publik tetap mendapatkan informasi yang mereka butuhkan? Ataukah kebijakan efisiensi anggaran ini akan terus menjadi penghalang bagi keterbukaan informasi? Waktu yang akan menjawab. (Tim/PWI)